“Cerita Salikur”  Projek penguatan profil pelajar Pancasila part 5

Berbagi cerita di Wiyata Guna

Di rabu pagi, hujan tak kunjung berhenti. Empat mobil Bus sekolah sudah menunggu siswa di halaman parkir Gedung serba guna SENBIK untuk keberangkatan kunjungan saya  dan warga salikur kelas X dan XI di hari kedua. Dalam jadwal yang sudah ditentukan seharusnya saya berkumpul pada pukul 07.00 WIB, akan tetapi hujan deras tak mengijinkan untuk tepat pada waktu. Satu per satu pembimbing berkumpul dan memperhatikan sekeliling sambil mengeluarkan secarik kertas daftar nama siswa dan kelompoknya. Begitupun dengan siswa yang datang dengan keadaan basah tanpa jas hujan atau dengan jas hujan yang bergegas menuju arah bus, meskipun Sebagian siswa ada yang diantar menggunakan mobil jemputan tak mengendorkan semangat bagi kami memulai projek ini. AIIIHH,, betapa marahnya hujan mengguyur Bandung diselasa pagi. Semua bergegas dalam kejaran waktu, jalanan sepertinya tak ingin merasa kesepian dengan berlalu lalang menyebabkan kemacetan. Sempat saya meminta dalam doa agar hujan cepat menyerah karena pagi ini kami ekstra sibuk menuju Wiyata Guna, saya khawatir banyak siswa basah kuyup dalam pembelajaran hari ini.

Waktu menunjukan 08.43 WIB, beberapa siswa telah masuk dalam Bus sekolah, diperhatikannya sesekali oleh teman kelompok karena ada beberapa siswa yang benar – benar terlambat. Koordinator projek terus mondar – mandir sambil sesekali mengecek kedalam Bus apakah sudah lengkap semua siswa yang ada didalam daftar. Dalam komando jarak jauhnya koordinator projek mengisyaratkan untuk keberangkatan bus 10 menit kedepan dan biarkan saja siswa yang terlambat untuk ditinggal. Di Bus 3 ada satu orang kelas sebelas tidak kunjung datang sampai batas waktu yang ditentukan, dan terlihat beberapa teman kelompoknya sangat khawatir sekali dengan keadaan itu. Diyakinkan lagi untuk mengetahui lokasi satu orang temannya akhirnya harus merelakan dia tertinggal, karena Bus harus  berangkat tepat pukul 09.00 Wib. Hujan masih saja deras dan jalanan tetap saja padat tetapi suara klakson Bus memecah kebisingan diantara jalan gede bage dan Soekarno Hatta. Putaran roda ban perlahan tapi pasti menapaki jalanan itu. Sampai akhirnya jalur yang diambil oleh supir Bus melewati jalan rumah sakit, ujung berung, cicaheum menuju arah gazibu dan akhirnya melewati bawah jalan layang pasopati.

kami tiba di Wiyata guna pukul 10.18 Wib, alhamdulillah hujan berhenti Ketika tiba disana. titik kumpul berada di aula wiyata guna, untuk mendengarkan pemaparan dari pihak sekolah dan Wiyata guna. Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia raya dan diakhiri pengarahan dari pihak wiyata guna. kami akhirnya mengerti apa yang harus saya lakukan di tempat tersebut. Saya menyadari di tempat ini ada berbagai hal diluar jangkauan saya sebagai manusia.

Setelah selesai pemaparan kami diberi mentor untuk berkeliling wiyata guna, untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan disana. Dari mulai mengarah ke perpustakan sampai pada tempat percetakan buku yang di lakukan melalui dua proses yang berbeda, ada yang dicetak secara manual melalui mesin percetakan tradisional ada juga yang dicetak secara komputeris. Saya diajari bagaimana cara membuat huruf braile menggunakan teknik percetakan tradisional dimana cetakan itu menggunakan Mal(cetakan contoh) dalam bentuk lempengan almunium kemudian di cetak melalui mesin seperti penjepit buku yang besar dan tertulislah disana berbagai huruf braile. Meskipun tidak langsung saya pahami bagaimana cara untuk membaca huruf braile, petugas percetakan memberi selebaran kertas tentang bagaimana kita membaca huruf braile. Pertanyaan saya hanya satu hal, siapakah yang pertama menemukan huruf braile ini, sehingga bisa membantu teman – teman yang memiliki kekurangan dalam penglihatan. Selanjutnya saya menuju pada percetakan computer dan melihat printer braile yang sangat besar. Disana saya juga diajarkan bagaimana membuat huruf braile menggunakan keyboard computer dimana menulis huruf braile hanya menggunakan enam jari saja. Seperti halnya percetakan manual, saya juga agak kesulitan mendapatkan pemahaman secara langsung mengenai penggunakan atau membuat cerita dalam tulisan huruf braile. Sungguh saya lihat bahwa mereka menulis dan mencetak huruf braile memerlukan Latihan yang luar biasa.

Diakhir kegiatan saya pergi ke sebuah café dimana pramusajinya adalah seorang tunanetra yang terlatih, setelah memasuki café saya melihat sebuah tulisan yang kalau tidak salah seperti ini  “pelayan kami adalah seorang tunanetra terimakasih anda sudah memesan dan mengambil makanan sendiri” disana saya merasa bahwa ini adalah hal yang luar biasa, melihat pramusaji yang terlatih meski dalam keadaan kekurangan, secara gambaran besar saya agak kebingungan bagaimana orang – orang di wiyata guna melatih dengan sabar sampai mereka bisa melakukan hal yang sama seperti kebanyakan orang. Saya sangat kagum dengan apa yang dilakukan disana.

Oh ya, ada satu hal yang tertinggal, saat diperpustakaan ada sebuah studio rekaman yang digunakan untuk merekam sebuah buku kedalam bentuk cerita. Dibantu oleh operator saya belajar bagaimana teknis melakukan rekaman cerita didalam buku tersebut. Hal ini juga luar biasa, dimana saya pikir kegiatan mengubah bentuk buku menjadi cerita sangatlah bermanfaat, saya terinspirasi bahwa literasi bukan hanya persoalan bagaimana cara kita membaca tetapi bagaimana orang – orang yang kekurangan menjadi belajar literasi, padahal saya juga merasa bahwa saya kekurangan dalam hal literasi, tetapi mereka menemukan cara lain seperti diatas.

Akhirnya tiba bagi saya menyelesaikan kunjungan di wiyata guna karena waktu dan juga semua tempat telah saya kunjungi. Selanjutnya saya akan melaporkan secara kelompok bagaimana pemahaman saya terhadap cara kerja di Wiyata guna. Dalam banyak hal saya sangat terimakasih atas kesempatannya bisa berkunjung ke Wiyata guna, Adapun banyak kelalaian dalam Menyusun cerita dalam tulisan ini, tata Bahasa dan alur cerita yang tidak sesuai dengan setiap individu disana, saya mohon maaf sebesar besarnya. (red.romy)